Kamis, 14 November 2013

ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS KELAINAN BAWAAN (LABOSKIZIS, HERNIA DIAFRAGHMATIKA, OBSTRUKSI BILIARIS)

Description: Description: logo akbid BINHUS.jpg


ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS KELAINAN BAWAAN
(LABOSKIZIS, HERNIA DIAFRAGHMATIKA, OBSTRUKSI BILIARIS)

Disusun sebagai Tugas Makalah Asuhan Neonatus Bayi dan Balita
Tanggal 12 November 2012

Disusun oleh:

1.   Alva Tibone                   (001.01.01.11)
2.   Fadilla                  (018.01.01.11)
3.   Lia Septiani                   (033.01.01.11)




AKADEMI KEBIDANAN BINA HUSADA
TANGERANG
2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar belakang
Cacat bawaan adalah merupakan suatu kesatuan cacat lahir pada neonates yang tidak diinginkan kehadirannya oleh orang tua maupun petugas medis.  Perhatian kita terhadap cacat bawaan masih kurang, sedangkan Negara kita saat ini telah berhasil dalam penyelenggaraan KBn serta telah berhasil memasyarakatkan NKKBS, maka pada zaman sekarang ini masalah kualitas hidup anak merupakan prioroitas utama bagi program kesehatan nasional.  Salah satu faktor mempengaruhi kualitas hidup anak adalah cacat bawaan.
Kelainan bawaan seperti labioskizis, hernia diafragmatika, dan obstruksi biliaris .  Labioskiziz atau yang lebih dikenal dengan sebutan bibir sumbing, merupakan masalah yang di alamai oleh sebagian kecil masyarakat. Setiap tahun, diperkirakan 700-10.000 bayi lahir dengan keadaan bibir sumbing..
Namun hal tersebut dapat di atasi dengan kecanggihan alat kedokteran. Bagi penderita yang memiliki perekonomian di atas rata-rata, dapat dengan segera menjalani tindakan operasi. Namun bagi penderita yang belum mampu untuk melakukan tindakan operasi tidak perlu merasa khawatir, karena pemerintah sudah mulai mengadakan bantuan operasi gratis bagi masyarakat yang kurang mampu.
Hernia diafragmatika adalah penonjolan organ intra abdomen ke dalam rongga kavum pleura melalui suatu lubang pada diafragma.  Salah satu penyebab terjadinya hernia diafragma adalah trauma pada abdomen, baik trauma penetrasi maupun trauma tumpul, Secara anatomi serat otot yang terletak lebih medial dan lateral diafragma posterior yang berasal dari arkus lumbosakral dan vertebrocostal adalah tempat yang paling lemah dan mudah rupture.
Obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus untuk dikeluarkan. (Ngastiyah,2005). Penyebab obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus untuk dikeluarkan (sebagai strekobilin) di dalam feses.

1.2       Tujuan penulisan
            1.2.1    Tujuan umum
                        Sebagai bentuk dari penugasan pada pembelajaran asuhan neonates pada…
            1.2.2    Tujuan khusus
1. Mengetahui definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, tanda dan gejala, komplikasi, penatalaksanaan, perawatan, pengobatan.
2. Mengetahui manajemen asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan metode varney.
1.3      Manfaat Penulisan
            1.3.1   Bagi Mahasiswa
              Mahasiswa dapat menambah pengetahuan mengenai labiokizis, hernia diafragmatika, dan obstruksi biliaris.  Serta mahasiswa mampu membuat asuhan pada neonates dalam kelainan bawaan
            1.3.2   Bagi Pendidikan
                                     Mengetahui tentang definisi dari labiokizis, hernia diafragmatika, dan obstruksi biliaris, etiologi, diagnosis dan penatalaksanaannya.  Serta asuhan neonates pada kelainan bawaan.
            1.3.3   Bagi Klien / Masyarakat
                                    Supaya masyarakat dapat mengenal beberapa penyakit seperti labiokizis, hernia diafragmatika, dan obstruksi biliaris.  Serta masyarakat dapat mengetahui penyebab terjadinya penyakit tersebut dan gejala-gejalanya.          



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Labioskizis
2.1.1 Definisi
Labioskizis dan labiopalatokizis merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa perkembangan embrional di mana bibir atas bagian kanan dan kiri tidak tumbuh bersatu( Dewi, 2010)
                         (Gambar 2.1 labioskizis)
                                1-9de627fdeb.jpg
( sumber : http://www.scribd.com/doc/64457595/Labioskizis-Dan Labiopalatoskizis)
            2.1.Labioskizis dapat di klasifikasikan menjadi
               a. Menurut struktur-struktur yang terkena :
        Jenis belahan pada labioskizis atau labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi, bisa mengenai salah satu bagian atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum, serta palatum molle. Suatu klasifikasi membagi struktur-struktur yang terkena menjadi beberapa bagian berikut.
1.      palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum di belahan foramen insisivum.
2.      palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior terhadap foramen.
3.      suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.
4.      terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.
b. Menurut organ yang terlibat :
1.         Celah di bibir (labioskizis)
2.         Celah di gusi (gnatoskizis)
3.         Celah di langit (palatokizis)
4.         Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya: terjadi di bibir dan langit-langit (labiopalatoskizis).
c. Menurut lengkap / tidaknya celah terbentuk
            Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat.  Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :
1.         Universal Incomplete, jika celah sumbing terjadi hanya di salah satui sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
2.      Unilateral Complete.  Jika celah sumbing yang terjadi di salah satu bibir dan memanjang hingga ke hidung.
3.      Bilateral Complete.  Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung



                      (Gambar 2.2 labiokiziz Menurut lengkap / tidaknya celah terbentuk)

             http://htmlimg2.scribdassets.com/92u5wu0m4g144tit/images/3-a968a937d9.jpg
(Sumber : http://www.scribd.com)

2.1.3  Etiologi
 Penyebab terjadinya labioskizis atau labiopalatoskizis
1.   Kelainan-kelainan yang dapat menimbulkan hipoksia
2.   Obat-obatan yang dapat merusak sel muda (mengganggu mitosis), misalnya sitostatika dan radiasi
3.   Obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme, misalnya defisiensi vitamin B6, asam folat, dan vitamin C.
4.   Faktor keturunan
Dimana material genertik dalam kromosom yang mempengaruhi.  Dimana dapat terjadi karena adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom.  Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex (kromosom 1 sampai 22) dan 1 pasang kromosom sex (kromosom X dan Y) yang menentukan jenis kelamin.  Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap sel adalah 47.  Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabakan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, ginjal.  Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 8000-10000 bayi yang lahir, beberapa syndrome dengan labioskizis, yaitu :
a.          Syndrome atau malformasi yang disertai adanya sumbing bibir, sumbing palatum atau keduanya disebut kelompok syndrome cleft dan kelompok sumbing yang berdiri sendiri non syndromik clefts.
b.         Beberapa syndromik cleft adalah sumbing yang terjadi pada kelainan kromosom (trysomit 13, 18 atau 21) mutasi genetik atau kejadian sumbing yang berhubungan dengan akibat toksikosis selama kehamilan (kecanduan alkohol, terapi fenitoin, infeksi rubella, sumbing yang ditemukan pada syndrome peirrerobin.
c.          Penyebab non syndromik clefts dapat bersifat multifaktorial seperti masalah genetik dan pengaruh lingkungan.

2.1.4  Patofisiologi
Labioskizis terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan frominem maksilaris denganfrominem medial yang diikuti disrupsi kedua bibir rahang dan palatum anterior. Masa krisifusi tersebut terjadi sekitar minggu keenam pascakonsepsi. Sementara itu, palatoskizis terjadiakibat kegagalan fusi dengan septum nasi. Gangguan palatum durum dan palatum molleterjadi pada kehamilan minggu ke-7 sampai minggu ke-12.Cacat terbentuk pada trimester pertama kahemilan, prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (prosesnasalis dan maksilaris) pecah kembali.Labioskizis terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominannasalis dan maksilaris dengan prominan nasalis medial yang diikuti disfusi kedua bibir.
2.1.5  Diagnosis
Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir mudah karena pada celah sumbing mempunyai ciri fisik yang specifik.Sebetulnya ada pemeriksaan yang dapat digunakan uuntuk mengetahui keadaan janin apakah terjadi kelainan atau tidak. Walaupun pemeriksaan ini tidak sepenuhnya specifik. Ibu hamil dapat memeriksakan kandungannya dengan menggunakan USG.
2.1.6  Tanda dan Gejala
Ada beberapa gejala dari bibir sumbing, yaitu :
1.Terjadi pemisahan langit – langit
2. Terjadi pemisahan bibir
3. Terjadi pemisahan bibir dan langit – langit
4. Infeksi telinga berulang
5. Berat badan tidak bertambah
6. Pada bayi terjadi regurgitasi nasal sehingga ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari hidung.
2.1.7  Komplikasi
1.    Kesulitan makan, dialami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan celah palatum.  Memerlukan penanganan khusus seperti dot khusus, posisi makan yang benar dan juga kesabaran  dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing.
2.    Infeksi telinga dikarenakan tidak berfungsi dengan baik saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak segera dilatasi maka akan kehilangan pendengaran.
3.    Kesulitan berbicara.  Otot-otot untuk berbicara mengalami penurunan fungsi karena adanaya celah.  Hal ini dapat mengganggu pola berbicara bahkan dapat menghambatnya.
4. Masalah gigi.  Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh, sehingga perlu perawatan dan penanganan khusus.
5.  Otitis media
6 .  Faringitis
7.  Kekurangan gizi.
8. 10% penderita palatoskizis akan Menderita masalah bicara, misalnya suara sengau.

2.1.8  Penatalaksanaan
Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara khusus.  Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada saluran napas dan sistematik.  Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi bibir sumbing dilakukan hukum sepuluh (ruler of ten) yaitu, berat badan bayi minimal 10 pon, kadar hb 10 gr% dan usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/ui.
2.1.9  Perawatan
1. Menyusu ibu
                      Menyusu dengan metode pemberian makan terbaik untuk seseorang bayi dengan bibir sumbing tidak menghambat penghisapan susu ibu.  Ibu dapat mencoba sedikit menenkan payudara untuk mengeluarkan susu.  Dapat juga menggunakan pompa payudara untuk mengeluarkan susu dan emmeberikan kepada bayi dapat menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak dapat menyususi sampai 6 minggu.
2. Menggunakan alat khusus, seperti :
Dot domba (dot besar, ujung halus dengan lubang besar) yaitu suatu dot yang diberi pegangan yang menutupi sumbing udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan melalui hidung, atau hanya dot biasa dengan lubang besar.  Dapat juga diberikan dengan menggunkan botol peras, dengan cara memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di bagian belakang mulut hingga dapat dihisap bayi.
Ortodonsi, yakni pemberian plat / dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum agar memudahkan pemberian minum sekaligus mengurangi deformitas paltum sebelum dapat dilakukan tindakan bedah definitive.
Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau belakang lidah bayi, kemudian bayi di tepuk-tepuk pada punggungnya berkali-kali secara lembut untuk mengeluarkan udara / bayi disendawakan, dikarenakan bayi dengan sumbing pada bibirnya cenderung untuk menelan banyak udara.
Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka terbentuk pada bagian pemisah lubang hidung, hal ini suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu.  Jika hal ini terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit yang lembut tersebut untuk sembuh.
2.1.10  Pengobatan
Pada bayi denagn bibir sumbing dilakukan bedah efektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjtunya.  Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki kelainan, tetapi waktu yang tepat untuk operasi tersebut bervariasi.
Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan criteria rule often yaitu umur >10 minggu,BB >10 pon/5 kg, Hb>10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui.  Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti dikerjakan sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap sehingga puasat bicara otak belum membentuk cara bicara.  Pada umumnya 8-9 tahun dilaksankan tindakan operasi penambahan tulang pada celah alveolus/maxilla untuk memungkinkan ahli ortodensi mengatur pertumbuhan gigi di kanan dan kiri celah supaya normal.
Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjkan setelah pertumbuhan tulang-tulang muka mendeteksi selesai.  Operasi mungkin tidak dapat jika anak memiliki “kerusakan horseshoe” yang lebar.  Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara ditempel pada bagian belakang gigi geligi menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih baik.
Anak dengan kondisi ini membutuhkan terapi bicara, karena langit-langit sangat penting untuk pembentukan bicara, perubahan struktur, juga pada sumbing yang telah diperbaik dapat mempengaruhi pola bicara secara permanen.
2.1.11  Prinsip perawatan secara umum
                    Pada saat lahir diberikan bantuan pernapasan dan pemasangan NGT (Naso Gastric Tube) bila perlu untuk membantu masuknya makanan kedalam lambung.  Anak setelah berumur 1 minggu dibuatkan feeding plate untuk membantu menutup langit-langit dan mengarahkan pertumbuhan, atau dengan pemberian dot khusus.  Setelah anak berusia 3 bulan dilakukan labioplasty atau tindakan operasi untuk bibir, alanasi (untuk hidung) dan evaluasi telinga.  Umur 18 bulan – 2 tahun dilakukan palathoplasty, tindakan operasi langit-langit bila terdapat sumbing pada langit-langit.


2.2  Hernia diafragmatika
2.2.1  Definisi
Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu lubang pada diafragma. Diafragma adalah sekat yang membatasi rongga dada dan rongga perut. Secara anatomi serat otot yang terletak lebih medial dan lateral diafragma posterior yang berasal dari arkus lumboskral dan vertebrocostal triagone adalah tempat yang paling lemah dan mudah terjadi rupture. (
Pada neonatus hernia ini disebabkan oleh gangguan pembentukan diafragma. Seperti diketahui difragma dibentuk dari 3 unsur yaitu membrane pleuroperitonein, septum transversum dan pertumbuhan dari tepi yang berasal dari otot-otot dinding dada. Gangguan pembentukan itu dapat berupa kegagalan pembentukan sebagian diafragma, gangguan fungsi ketiga unsur dan gangguan pembentukan otot. Pada gangguan pembentukan dan fusi akan terjadi lubang hernia, sedangkan pada gangguan pembentukan otot akan menyebabkan diafragma tipis dan menimbulkan eventerasi.
Menurut lokasinya hernia diafragma traumatika 69 % pada sisi kiri, 24 % pada sisi kanan, dan 15 % terjadi bilateral. hal ini terjadi karena adanya hepar di sisi sebelah kanan yang berperan sebagai proteksi dan memperkuat struktur herniadiafragma sisi sebelah kanan. Organ abdomen yang dapat mengalami herniasi antara lain gaster, omentum, usus halus, kolon, limpa’dan hepar. Juga dapat terjadi hernia inkarserata maupun strangulata dari saluran cerna yang mengalami herniasi ke rongga toraks ini.
Lubang hernia dapat terjadi di posterolateral (tipe Bochdalek) yang tersering ditemukan, anterolateral (tipe Morgagni) atau di esophageal hiatus hernia.
(gambar 1.3 hernia diafraghmatika)
                https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7uHTpbStz0av6exlw3ma3-WTks0W0lp5857wbCDW4tSBljT9s6ksZPVspaYCYZqP8JC_KFCCPxiyGvbtpjwGFB-8KueNLDG3-9UW9ggylRoL4q3qh5hVC4mKi26cK72sDzYYILkZeLYli/s1600/hernia.bmp
2.2.2  Klasifikasi
a.  Reponible
Benjolan di daerah lipat paha atau umbilikus tampak keluar masuk (kadang-kadang terlihat menonjol, kadang-kadang tidak). Benjolan ini membedakan hernia dari tumor yang umumnya menetap. Ini adalah tanda yang paling sederhana dan ringan yang bisa dilihat dari hernia eksternal. Bisa dilihat secara kasat mata dan diraba, bagian lipat paha dan umbilikus akan terasa besar sebelah. Sedangkan pada bayi wanita, seringkali ditemukan bahwa labianya besar sebelah. Labia adalah bagian terluar dari alat kelamin perempuan.
b.  Irreponible
Benjolan yang ada sudah menetap, baik di lipat paha maupun di daerah pusat. Pada hernia inguinalis misalnya, air atau usus atau omentum (penggantungan usus) masuk ke dalam rongga yang terbuka kemudian terjepit dan tidak bisa keluar lagi. Di fase ini, meskipun benjolan sudah lebih menetap tapi belum ada tanda-tanda perubahan klinis pada anak.
        c.  Incarcerata
B            enjolan sudah semakin menetap karena sudah terjadi sumbatan pada saluran makanan sudah terjadi di bagian tersebut. Tak hanya benjolan, keadaan klinis bayi pun mulai berubah dengan munculnya mual, muntah, perut kembung, tidak bisa buang air besar, dan tidak mau makan.
 d. Strangulata
Ini adalah tingkatan hernia yang paling parah karena pembuluh darah sudah terjepit. Selain benjolan dan gejala klinis pada tingkatan incarcerata, gejala lain juga muncul, seperti demam dan dehidrasi. Bila terus didiamkan lama-lama pembuluh darah di daerah tersebut akan mati dan akan terjadi penimbunan racun yang kemudian akan menyebar ke pembuluh darah. Sebagai akibatnya, akan terjadi sepsis yaitu beredarnya kuman dan toxin di dalam darah yang dapat mengancam nyawa si bayi. Sangat mungkin bayi tidak akan bisa tenang karena merasakan nyeri yang luar biasa.
2.2.3  Etiologi
Hernia diafragmatika paling sering disebabkan oleh kegagalan satu atau kedua selaput pleura peritoneal untuk menutup saluran-saluran perikardioperitoneal selama kehamilan minggu ke 8, terjadinya hernia diafragma adalah trauma pada abdomen(perut), baik trauma penetrasi maupun trauma tumpul abdomen., baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Mekanisme dari cedera dapat berupa cedera penetrasi langsung pada diafragma atau yang paling sering akibat trauma tumpul abdomen. Pada trauma tumpul abdomen, penyebab paling sering adalah akibat kecelakaan sepeda motor. Hal ini menyebabkan terjadi peningkatan tekanan intra abdominal yang dilanjutkan dengan adanya rupture pada otot-otot diafragma. Pada trauma penetrasi paling sering disebabkan oleh luka tembak senjata api dan luka tusuk senjata tajam. Sekitar 0,8-1,6 % dengan trauma tumpul pada abdomen mengalami rupture pada diafragma.
Menurut lokasinya hernia diafragma traumatika 69 % pada sisi kiri, 24 % pada sisi kanan, dan 15 % terjadi bilateral. Hal ini terjadi karena adanya hati di sisi sebelah kanan yang berperan sebagai proteksi dan memperkuat struktur hemidiafragma sisi sebelah kanan. Organ abdomen yang dapat mengalami herniasi antara lain gaster(lambung), omentum, usus halus, kolon, limpa dan hepar(hati). Juga dapat terjadi hernia inkarserata maupun strangulata dari saluran cerna yang mengalami herniasi ke rongga toraks(dada) ini.
2.2.4  Patofisiologi
Rongga peritoneum dan pleura kemudian saling berhubungan di sepanjang dinding tubuh posteriol. Kelainan seperti ini yang dikenal sebagai hernia diafragmatika congenital, memungkinkan organ-organ dalam perut memasuki rongga pleura. Pada 85 – 90 % kasus, hernianya disisi kiri, dan gelung usus, lambung, limpa, dan bagian hati bisa masuk ke rongga dada. Karena kehadiran organ-organ perut di dalam dada, jantung terdorong ke anterior, sedangkan paru-paru tertekan dan sering mengalami hipoplasia.
2.2.5  Diagnosis
a.    Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris.
b.   Tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia.
c.    Bising usus terdengar di dada
d.   Perut teraba kosong
e.    Rontgen dada menunjukkan adanya organ perut di rongga dada
2.2.6  Tanda dan gejala
a.    Gangguan pernafasan yang berat
b.   Sianosis (warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen) .
c.    Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
d.   Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris)
e.    Takikardia (denyut jantung yang cepat)
f.    Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris
g.    Tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia
h.    Bising usus terdengar di dada
i. Perut teraba kosong.
j. Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui hernia.
k.    Paru-paru pada sisi hernia tidak berkembang secara sempurna. Jika hernianya besar
l.     Setelah lahir, bayi akan menangis dan bernafas sehingga usus segera terisi oleh udara. Terbentuk massa yang mendorong jantung sehingga menekan paru-paru dan terjadilah sindroma gawat pernafasan.
2.2.7   Komplikasi
Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui hernia.  Jika hernianya besar, biasanayaparu-paru pada sisi hernia tidak berkembang secara sempurna.  Setelah lahir, bayi akan menangis dan bernafas sehinggga usus segera terisi oleh udara.  Terbentuk massa yang mendorong jantung sehingga menekan paru-paru dan terjadilah sindroma gawat pernafasan.  Sedangkan komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita hernia diafragmatika tipe bockdalek antara lain 20 % mengalami kerusakan congenital paru-paru dan 5-16 % mengalami kelainan kromosom
2.2.8  Tindakan
Anak ditidurkan dalam posisi duduk dan dipasang pipa nasogastrik yang dengan teratur sihisap. Diberikan antibiotika profilaksis dan selanjutnya anak dipersiapkan untuk operasi. Hendaknya perlu diingatkan bahwa biasanya (70%) kasus seperti ini disertai dengan hipoplasia paru.

2.3.  Obstruksi Billiaris
2.3.1  Definisi
Obstruksi billiaris merupakan suatu kelainan bawaan karena adanya penyumbatan pada saluran empedu, sehingga cairan empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus dan akhirnya dikeluarkan dalam feses (sebagai strerkobilin).
2.3.2  Etiologi
Etiologi dari obstruksi billiaris adalah saluran empedu belum terbentuk sempurna, sehingga tersumbat pada saat amnion tertelan masuk.
2.3.3 Fatofisiologi
                 Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding misalnya ada tumor, atau penyempitan karena trauma(iatrogenik). Batu empedu dan cacing askariasis sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan didalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor caput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum hepato duodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu. (Reskoprodjo, 1995)
              Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, di ventrikel duodenum dan striktur sfingter papila vater. (Reskoprojo,1995)
Kurangnya bilirubin dalam saluran usus bertanggung jawab atas tinja pucat biasanya dikaitkan dengan obstruksi empedu. Penyebab gatal (pruritus) yang berhubungan dengan obstruksi empedu tidak jelas. Sebagian percaya mungkin berhubungan dengan akumulasi asam empedu di kulit. Lain menyarankan mungkin berkaitan dengan pelepasan opioid endogen (Judarwanto,2009).
Penyebab obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir kedalam usus untuk dikeluarkan ( sebagai strekobilin ) didalam feses. (Ngastiyah, 2005)
2.3.4  Gambaran klinis
               Gejala mulai terlihat pada akhir minggu pertama ketika bayi tampak ikterus. Selain itu, feses tampak berwarna putih keabu-abuan, terlihat seperti dempul, dan urine tampak berwarna lebih tua karena mengandung urobilin.
2.3.5   Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis obstruksi billiaris adalah dengan pemeriksaan radiologi dan kadar bilirubin darah.
2.3.6   Komplikasi
Secara empiris dapat dikelompokkan dalam 2 tipe:
 a. Tipe yang dapat dioperasi (yang dapat diperbaiki). Jika kelainan/sumbatan terdapat dibagian distalnya
b. Tipe yang tidak dapat dioperasi. Jika kelainan / sumbatan terdapat dibagian atas  porta hepatic, tetapi akhir-akhir ini dapat dipertimbangakan untuk suatu operasi porto enterostoma hati radikal.
2.3.7     Penatalaksaan
a.       Berikan perawatan layaknya bayi normal lainnya, seperti pemberian nutrisi yang adekuat, pencegahan hipotermi, pencegahan infeksi, dan lain-lain.
b.      Lakukan konseling kepada orang tua agar mereka menyadari bahwa menguningnya tubuh bayi bukan disebabkan oleh masalah yang biasa, tetapi karena adanya penyumbatan saluran empedu.
c.       Berikan infromed consent dan infromed choise untuk dilakukan rujukan.
d.      Selain itu, penanganan dari penyakit obstruksi billiaris adalah dengan operasi.  Asuhan pada bayi sebelum menjalani operasi, ialah perbaikan keadaan umum, menghindari infeksi, memberikan konseling kepada orang tua, serta infromed consent tindakan operasi.

2.3.8  Perawatan
Pemberian Terapi Sinar
1. Bayi diletakkan di bawah lampu terapi sinar
a. Bila berat badan bayi 2000 gram atau lebih, letakkan bayi dalam keadaan telanjang di boks bayi;
b. Tutup mata bayi dengan penutup, pastikan penutup mata tidak menutupi lubag hidung.
2. Letakkan bayi sedekat mungkin dengan lampu sesuai dengan petunjuk
3. Ubah posisi bayi tiap 3 jam
4. Pastikan bayi diberi minum
a. Anjurkan ibu menyusui bayi setiap 3 jam;
Alat terapi sinar dan lepas penutup matanya selama diberi minum :
• Tidak perlu menambah atau mengganti ASI dengan AIR dekserosa atau formula.
b. Bila bayi tidak dapat menyusui, berikan ASI peras dengan menggunakan cara alternatif selama dilakukan terapi sinar, naikkan kebutuhan hariannya dengan menambah 25 ml/kg BB.
c. Bila bayi diberi minum melalui NGT bayi tidak perlu dipindahkan dari lampu terapi sinar.
5. Selama dilakukan terapi sinar, feses bayi menjadi cair dan berwarna kuning.




 

 
BAB III
TINJUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR
DENGAN LABIO SKIZIZ

I.          Pengumpulan Data
            A.  Identitas
Nama bayi            :  By. Ny. A
Umur bayi                        :  1 jam
Tanggal/jam lahir  :  09 november 2012
Jenis kelamin        :  Perempuan


Nama Ibu             :  Ny. A           Nama Suami    : Tn. B
Umur                    :  21 thn           Umur               : 24 thn
Suku                     :  Jawa             Suku                : Jawa
Agama                  :  Islam                        Agama             : Islam
Pendidikan           :  D3                Pendidikan      : S1
Pekerjaan              : IRT                Pekerjaan         : Wiraswasta
Alamat Rumah     : Perum III      Alamat Rumah: Perum III
Telp                      : -                     Telp                 : -
Alamat Kantor     : -                     Alamat Kantor            : Jakarta
Telp                      : -                     Telp                 : -

B. Anamnesa (Data Subjektif)
Pada tanggal           :  09 November. 2012   pukul : 08.00 wib
1.    Keluhan              : Ibu mengatakan bayinya sulit menyusui
2.    Riwayat kehamilan
a.    Pemeriksaan selama kehamilan
Trimester I      : Frekuensi     : tiga kali, oleh : bidan
Keluhan          : Mual dan muntah, sejak usia kehamilan 1 bulan hanya  diberi konseling (makan sedikit tapi sering)

Trimester II   : Frekuensi       : tiga kali, oleh : bidan
                        Keluhan         : tidak ada
Trimester III  : Frekuensi       : tiga kali, oleh : bidan
Keluhan          : Nyeri pinggang, sejak usia kehamilan 9 bulan hanya diberi konseling (istirahat cukup)

b.  Riwayat Penyakit Kehamilan
a)      Perdarahan                    : tidak ada
b)      Pre-eklampsi                  : tidak ada
c)      Eklampsi                       : tidak ada
d)     Penyakait kelamin         : tidak ada
e)      Lain-lain                        : tidak ada

c.  Kebiasaan Sewaktu Hamil
a)        Makan sehari-hari        :           Ibu makan 3x sehari dengan  nasi, lauk, sayur , buah. ( kadang minum susu )
b)        Obat-obatan/jamu        :           Ibu tidak pernah    mengkonsumsi obat-obatan atau jamu kecuali obat dari bidan ( fe, kalk)
c)      Merokok                                    :           Ibu tidak merokok
d)     Minuman alkohol           :           Ibu tidak mengkonsumsi minuman alkohol
e)      Lain-lain                         : tidak ada pantangan dan larangan selama kehamilan.


3.  Riwayat Persalinan Sekarang   
a.  Jenis persalinan          : Normal
b.    Penolong persalinan  : Bidan
c.    Lama persalinan        :±         8          jam      15        menit
d.   Ketuban pecah          : spontan          warna  : jernih
  Bau                Jumlah :± 500cc
e.  Plasenta                     : utuh
f.  komplikasi persalinan
·         Ibu          : tidak ada
·         Bayi        : tidak ada
g.  Keadaan bayi baru lahir**    :
               Ibu mengatakan pada menit pertama warna bayinya kemerahan, dengan gerakan aktif, menangis.  Pada menit kelima warna bayinya kemerahan, dengan gerakan aktif, dan menangis.

Tidak ada menggunakan resusitasi, penghisapan lender, rangsangan, ambu, massage jantung, Intubasi endotraceal, oksigen, terapi, dan tidak ada keterangan lainnya.
C.  Pemeriksan Fisik (Data Objektif)
                                          1. Keadaan Umum          : Baik
Kesadaran                   : Compos Mentis
                                          2. Tanda-tanda vital
a.    Heart rate    : 130 x/menit, teratur
b.   Pernafasan  : 46 x/menit, teratur
c.    Suhu            : 36,5ºC
                                          3. Pemeriksaan antropometri
a.    Berat badan lahir                : 3200 gram
Berat badan saat ini            : 3200 gram
b.   Panjang badan                    : 51 cm
c.    Lingkar kepala                    : 32 cm
d.   Lingkar dada                      : 33 cm
e.    Lingkar lengan atas             : 12 cm
                                     4.      Pemeriksaan fisik secara sistematis
a.    Kepala
Tampak simetris, tampak rambut menempel datar pada kulit kepala, tidak tampak dan tidak teraba benjolan seperti caput suksedenum, cepal hematoma, terdapat pontanel anterior berbentuk belak ketupat dan pontanel posterior berbentuk segitiga, sutura tidak menyatu dan tidak ada molase.
b.   Muka
Muka tampak simetris dan tidak ada kelainan.
c.    Mata
Bentuk ukuran dan jarak masing-masing mata tampak simetris, tidak tampak rabas, pada mata kedua bola mata ada dengan ukuran yang sama gerakan bola mata acak dan tidak sama (strabismus), tidak ada glukoma kongenital, katarak kongenital, sclera tidak tampak kuning, terdapat pupil dengan ukuran sama dan reaksi terhadap cahaya baik, terdapat 2 alis mata dan terpisah.
d.   Telinga
Simetris kiri dan kanan, letak dan bentuk daun telinga normal, pendengaran baik dengan merespon bunyi atau suara.
e.    Hidung
Simetris, tidak purulent/darah, tidak mengalami pernafasan cuping hidung.
f.    Mulut
Bibir tampak tidak simetris, tidak ada bercak pada mukosa mulut, mukosa mulut berwarna merah muda, pallatum utuh, bibir atas bagian kanan dan kiri tidak tumbuh bersatu, dan terdapat celah di bibir sebelah kiri.
g.   Leher
Tampak pendek, dikelilingi lipatan kulit dan tidak ada selaput, tidak ada pembengkakan kelanjar thyroid dan vena jugularis, pergerakan tidak terbatas atau bebas.
h.   Dada
Gerakan dada simetris, dinding dada dan abdomen bergerak bersamaan saat bayi bernafas, tidak ada praktur klapikula, puting susu terbentuk dengan baik, menonjol simetris kanan dan kiri, bunyi nafas tidak terdengar wheexing dan ronchi, bunyi jantung tajam jelas dan terdengar tunggal di bunyi jantung I dan II dan tidak terdengar murmur.
i.     Bahu, lengan dan tangan
Tampak bergerak bebas dan simetris, tidak ada praktur klapikula, dan praktur humerus, kedua lengan sama panjang, tidak ada polidaktili dan sidaktili.
j.     Abdomen
Abdomen tampak bulat, tidak tampak tonjolan pada abdomen, tampak bergerak bersamaan dengan gerakan dada saat bernapas, tidak teraba masa dan distensi, tali pusat tampak di ikat dengan benang, tidak terjadi penonjolan disekitar tali pusat saat bayi menangis, tidak mengalami bengkak, tidak bernanah, tidak berbau.
k.   Genetalia
Labia mayora sudah menutupi labia minora, terdapat 2 lubang yang berbeda yaitu uretra dan vagina.
l.     Kaki dan tungkai
Tampak bergerak bebas, kaki dan tungkai simeteris, jari kaki tidak polodaktili dan sidaktili.

m. Punggung
Tulang punggung tampak fleksi, tidak ada spina bifida, dan meningokel.
n.   Anus
Berlubang pada posisi normal
o.   Kulit
Warna kulit bayi merah, terdapat vernix caseosa berwarna keputihan, dan tidak berbau, tampak lanugo disekitar bahu, daun telinga dan dahi bayi tidak ada pembengkakan dan bercak hitam, tidak ada tanda lahir.
5.  Reflex
a.       Refleks rooting           : Baik, bidan melakukan reflex rooting dengan menyentuh  sudut mulut pada bagian pipi bayi dengan salah satu jari tangan, bayi memberi reaksi dengan menoleh kea rah stimulus dan membuka mulutnya.
b.    Reflex sucking            dan swallowing: Ada masalah , bidan memperhatikan hisapan bayi dan reflex menelan, bayi sulit untuk menghisap tetapi menelan dengan baik, bidan membantu ibu dalam menyusui bayinya dengan posisi yang benar dan ibu menekan sedikit payudara agar bayi lebih mudah mendapatkan asi.
c.    Refleks tonick neck     : Baik, bidan melakukan reflex tonick neck dengan memiringkan kepala bayi kearah kiri dengan reaksi bayi ingin menoleh kesamping kanan, tangan kiri bayi lurus dan dan kaki kanan bayi menekuk.
d.   Refleks graph              : Baik, bidan melakukan reflex graphs dengan meletakkan salah satu jari telunjuk kepada tangan bayi, bayi  memberi reaksi dengan menggenggam dengan kuat
e.    Refleks moro               : Baik, bidan melakukan refleks moro dengan menyangga punggung bayi dengan posisi 45 derajat, kemudian kepala dijatuhkan 10 derajat, bayi memberi reaksi dengan kaget terlihat dari tangan bayi membentuk huruf c dan terlihat kaget dari ekspresi wajah bayi
f.     Refleks stapping          : Baik, bidan melakukan refleks stapping dengan bayi diangkat tegak dan kaki bayi satu persatu disentuhkan pada dasar yang datar, bayi memberi reaksi dengan gerakan berjalan dan kaki bergantian dari fleksi ke ekstensi.
g.    Refleks babinsky         : Baik, bidan melakukan refleks babinsky dengan menggoreskan telapak kaki bayi dari tumit ke arah lateral pada telapak kaki ke arah atas kemudian menggerakkan jari sepanjang telapak kai

                                5.          Eliminasi
a.    Miksi                       : sudah, tanggal/pukul :9-11-2012/09.00WIB
                                      Warna: Jernih            Volume: ±5cc
                                      Lain-lain: Tidak ada
b.   Mekonium   : sudah, tanggal/pukul : 9-11-2012/09.00 WIB
                                     Warna: Kehitaman     Konsistensi: Encer
                                     Lain-lain: Tidak ada
                                6.          Pemeriksaan penunjang/laboratorium
Tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium

II.   Interpretasi Data
Diagnosa         : Bayi Ny.A, 1 jam, neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan dengan labioskizis
Dasar               : By. Ny.S lahir tanggal : 09 November 2012
  Pukul : 07.00 WIB
                          Usia kehamilan : 40 minggu 1 hari
                          Berat badan lahir : 3200 gram
                         Dengan bibir atas bagian kiri tidak tumbuh menyatu
Masalah          : Bayi mengalami sulit menyusui
Kebutuhan      : Ketika menyusui ibu menekan sedikit payudaranya agar ASI dapat keluar dengan mudah, atau pemberian asi menggunakan botol domba setelah melakukan operasi saat bayi berusia 2 bulan.

III          Antisipasi Diagnosa dan Masalah Potensial
Oititis media dan kekurangan gizi

IV          Identifikasi Kebutuhan dan Masalah Potensial
        Oititis media pada neonatus dapat dilakukan kolaborasi pada dokter, kekurangan gizi dengan memperbaiki cara pemberian ASI yang benar atau dengan menggunakan alat bantu seperti dot domba dan diperlukan kesabaran pada ibu.
VMerencanakan Asuhan yang Menyeluruh
                                       1.         Informasikan keadaan bayi kepada ibu dan keluarga agar ibu dan keluarga mengetahuinya keadaan bayinya saat ini.
                                       2.          Jaga kehangatan bayi agar bayi tidak mengalami hipotermi
                                       3.         Beritahukan kepada ibu cara menyusui dengan labioskizis sebelum dilakukan operasi labioskizis agar bayi bisa mendapatkan ASI.
                                       4.         Berikan salap mata, Vitamin K, dan satu jam berikutnya Hb 0 agar mencegah infeksi setelah melewati jalan lahir, vitamin k mencegah penyakit perdarahan spontan atau akibat trauma, Hb 0 mencegah infeksi hepatitis b terhadap bayi, terutama penularan ibu dan bayi.
                                       5.         Lakukan perawatan tali pusat agar mencegah terjadinya infeksi seperti mencegah terjadinya infeksi-infeksi, mempercepat proses pengeringan tali pusat, dan mempercepat terlepasnya tali pusat.
                                       6.         Lakukan perawatan gabung agar mempererat ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi.
                                       7.         Berikan support kepada ibu agar ibu dapat menerima keadaan bayinya, dan tetap semangat dalam merawat bayinya dan menjadi seorang ibu.
                                       8.         Observasi input dan output pada bayi agar agar bidan dapat mengobservasi BAB, BAK,  dan mengetahui keadaan bayi saat ini.

VI          Pelaksanaan
                                          1.         Menginformasikan keadaan bayi pada ibu dan keluarga bahwa bayinya dengan labioskizis, keadaan baik dengan tanda-tanda vital dalam batas normal, yaitu : Rr: 46  x/menit, Bb: 3200  gram, Hr:130  x/menit, Pb:51 cm, s:36,5°c
                                          2.         Menjaga kehangat bayi dengan dilakukan cara Mempertahankan suhu tubuh bayi. 
                                          3.         Memberitahukan kepada ibu cara menyusui dengan labioskizis yaitu menyusu dengan metode pemberian makan terbaik untuk seseorang bayi dengan bibir sumbing tidak menghambat penghisapan susu ibu.  Ibu dapat mencoba sedikit menenkan payudara untuk mengeluarkan susu.  Dapat juga menggunakan pompa payudara untuk mengeluarkan susu dan emmeberikan kepada bayi dapat menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak dapat menyususi sampai 6 minggu.
                                          4.         Memberikan salep mata, Vitamin K, dan satu jam berikutnya Hb 0.
                                          5.         Melakukan perawatan tali pusat, yaitu dengan langkah-langkah :
1)      Selalu cuci tangan anda sampai bersih sebelum mulai melakukan perawatan tali pusat,
2)      Turunkan sedikit bagian atas popok agar tidak bersentuhan dengan tali pusat,
3)      Kemudian, bersihkantali pusat dengan waslap dan air matang, terutama bagian yang dekatdengan dinding perut atau lipatan dibagian dasarnya, bersihkan dengan sabun lalu bilas,kemudian keringkan,
4)      Sebaiknya tali pusat tak beri apa-apa. Penggunaan cairan antiseptic yang memilikikandungan yodium pun tak lagi dianjurkan. Setelah itu boleh ditutupi dengan kain kasa steril,
5)      Jangan lupa untuk menggantinya setiap kali usai mandi, jika anak Anda berkeringat, terkena kotor, dan basah,
6)      Setelah selesai lipatkan popok di bawah tali pusat,.
7)      Jangan pernah sengaja menarik-nariknya atau mencopotnya karena pasti akan copot sendiri,
                                          6.         Melakukan perawatan gabung antara ibu dan bayi dengan tujuan ibu dapat menyusui ibunya sedini mungkin, ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi yang benar, ibu mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam merawat bayinya, suami dan keluarga dapat dilibatkan secara aktif untuk mendukung dan membantu ibu dalam menyusui dan merawat bayinya secara baik dan benar, ibu dan bayi mendapatkan kehangatan emosional.
                                          7.         Memberikan support kepada ibu sehingga ibu dapat menerima keadaan bayinya dengan labiokizis dan lebih menumbuhkan semangat ibu untuk merawat bayinya dan menjadi seorang ibu.
                                          8.         Mengobservasi input dan output pada bayi seperti konsistensi BAB, BAK, keadaan bayi saat ini.

VIIEvaluasi
                                 1.         Ibu dan keluarga telah mengetahui keadaan bayinya saat ini dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh bidan, bayi mengalami labioskizis, keadaan fisik lainnya dalam batas normal.
                                 2.         Bidan telah menjaga kehangat bayi dengan dilakukan cara Mempertahankan suhu tubuh bayi.
                                 3.         Bidan telah memberitahukan kepada ibu cara menyusui dengan labioskizis, dan memastikan bahwa ibu telah mengerti.
                                 4.         Bidan telah memberikan salep mata, Vitamin K, dan satu jam berikutnya Hb 0, setelah dilakukan kontak kulit antara ibu dan bayi
                                 5.         Bidan telah melaksanakan perawatan tali pusat.
                                 6.         Bidan telah melakukan perawatan gabung antara ibu dan bayi
                                 7.         Bidan telah memberikan support kepada ibu
                                 8.         Bidan telah mengobservasi input dan output pada bayi seperti konsistensi BAB, BAK, keadaan bayi saat ini.











BAB IV
PENUTUP
4.1       Kesimpulan
Sebhorrea merupakan kelainan kulit berupa peradangan superficial dengan papuloskuamosa  yang kronik dengan tempat predileksi di daerah-daerah sebhoroi  yakni daerah yang kaya akan kelenjar sebasea, seperti pada kulit kepala, alis, kelopak mata, naso labial, bibir, telinga, dada, axilla, umbilicus, selangkangan dan glutea
Khusus untuk perawatan kulit kepala dapat di lakukan berbagai terapi : skuama dihilangkan menggunakan sisir yang lembut khusus untuk bayi, pembersihan krusta menggunakan larutan asam salisilat 3-5% dalam minyak zaitun ataupun pelarut air, pengkompresan  kulit kepala dengan minyak zaitun hangat (untuk skuama yang tebal), penolesan kontikostiroid berpotensi rendah ( hirokortison 1% ) dalam bentuk krim atau lotion dalam beberapa hari, penggunaan shampoo ringan khusus untuk bayi, dan perawatan kulit kepala bayi lainnya yang cocok menggunakan emolien, krim ataupun pasta lembut.  Bila ada infeksi sekunder khususnya yang disebabkan oleh staphylococcus, dapat diberikan antibiotik oral.
Furunkel (boil atau bisul) adalah peradangan pada folikel rambut, kulit, dan jaringan sekitarnya yang sering terjadi pada daerah bokong, kuduk, aksila, badan dan tungkai. radang kecil bernanah dekat sekali dengan permukaan kulit disebut pustual.
Penatalaksanaan yang di berikan pada neonatus dengan furunkel bergantung pada keadaan penyakit yang di alaminya. Asuhan yang biasanya di berikan adalah sebagai berikut:
a.       Keadaan furunkel tidak memburuhkan pengobatan dan akan sembuh dengan sendirinya.
b.      Jaga kebersihan daerah yang megalami furunkel serta daerah sekitarnya.
c.       Berikan pengobatan topical dengan kompres hangat untuk mengurangi nyeri dan melunakkan nodul. Kompres hangat dapat di lakukan sambil menutup ruam untuk mencegah penularan kedaerah lainnya.
d.      Jangan memijit furunkel, terutama yang letaknya di daerah hidung dan bibir atas karena dapat menyebabkan penyebaran kuman secara hematogen.
e.       Bila furunkel terjadi di daerah yang tidak umum, seperti pada hidung atau telinga, maka berkolaborasi dengan dokter untuk melakukan insisi.
f.       Jika memungkinkan untuk membuka furunkel, maka lakukanlah dengan cara berikut.
a)      Beri penjelasn pada keluarga mengenai tindakan yang akan di lakukan atau beri informed consent.
b)      Minta seseorang untuk memegangi anak.
c)      Ambil sebuah pisau bedah steril dan insisi furunkel dengan segera pada puncaknya saja. Kemudian masukan penjepit dalam luka dan bukalah penjepit untuk membuat jalan keluar bagi pus. Dengan cara ini, pus akan keluar tanpa menganggu sesuatu. Perhatikan pisau bedah, jangan sampai masuk ke dalam karena dapat melkai pembuluh darah saraf.
d)     Berikan analgesic, misalnya Aspirin atau parasetamol untuk mengatasi nyeri..
e)      Tutup luka denga kasa steril, usahakan agar satu sudut dari kasa dimasukan, agar jalan tetap terbuka, sehingga pus dapat keluar.
g.      Terapi antibiotic dan antiseptic diberikan bergantung pada luas dan beratnya penyakit, misalnya dengan pemberian Achromycin 250 mg sebanyak 3 atau 4 kali per hari.
h.      Bila furunkel terjadi secara menetap atau berulang atau dalam jumlah yang banyak, maka kaji factor predisposisi adanya diabetes mellitus.
Keberhasilan penatalaksanaan kasus kelainan bayi dan anak tergantung dari pengetahuan dasar dan penentuan diagnosis dini, persiapan praoperasi, tindakan anestesi serta perawatan pasca operasi. Penatalaksanaan dari bidan perioperatif yang baik akan meningkatkan keberhasilan penanganan kelainan bayi dan anak, dan dukungan  dari bidan sangat berarti terhadap ibu agar ibu dapat menerima………pada bayinya dan selalu semangat dalam merawat bayi.
4.2       Saran

4.2.1    Saran Untuk Tenaga Kesehatan
Penyusun berharap kepada tenaga kesehatan lebih memahami tentang macam-macam masalah sering terjadi pada neonatus, bayi dan balita terutama Sebhorrea, furunkel. Serta bagaiman tindakan kita untuk mengatasinya.

4.2.2    Saran Untuk Institusi
Kami sebagai Penyusun berharap agar makalah tentang Sebhorrea, furunkel ini dapat menambah pengetahuan, dan pemberian informasi terbaru tentang . Sebhorrea, furunkel.

            4.2.3    Saran Untuk Mahasiswa
Penyusun berharap agar mahasiswa lebih mengetahui tentang masalah yang serimg terjadi pada neonatus, bayi dan balita. Serta dapat menerapkan saat praktek di lapangan.












     DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Vivian Nanny Lia, S.ST. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika.
            Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya.
Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3. Ja.Menu sehatkarta: Info Medika Jakarta

Varney, Helen.  2007.  Asuhan Kebidanan.  Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar